PROMOSI ONLINE MURAH DAN PASTI

PROMOSI ONLINE MURAH DAN PASTI
PROMOSI ONLINE SUKSES

Kamis, 11 April 2013

Jemaah Ahmadiyah Bekasi: Kami Juga Islam

Pemkot Bekasi tawarkan pembinaan secara Islam kepada jemaah Ahmadiyah.


VIVAnews - Jemaah Ahmadiyah Kota Bekasi mengaku tidak puas setelah mengikuti dialog dengan Pemerintah Kota Bekasi dan unsur Musyawarah Pimpinan Daerah (Muspida). Mereka juga menilai banyak paksaan dalam pertemuan tersebut.


"Itu terlihat dari adanya tawaran dari Pemkot Bekasi agar kami menanggalkan unsur Islam dalam ajaran. Jelas tidak bisa, karena kami juga Islam," kata anggota Keamanan Nasional Ahmadiyah, Ahmad Maulana, pada Kamis 11 April 2013.



Menurut Ahmad, Pemkot Bekasi juga menawarkan pembinaan ajaran Islam secara umum, di luar keyakinan Ahmadiyah. Opsi itu, kata Ahmad, ditawarkan Pemkot Bekasi bila jemaah Ahmadiyah ingin masjid Al-Misbah tidak lagi disegel. "Kami menolak, karena itu bukan solusi. Penawaran itu jelas ada unsur paksaannya," kata dia.



Walupun menolak, namun jemaah Ahmadiyah menerima penawaran pembinaan dari Pemkot Bekasi. "Upaya pembinaan ajaran bisa dengan diskusi keagamaan, bukan dengan cara 'mengimami' jemaah," kata Ahmad.



Ahmad mengatakan, solusi pembinaan itu diambil karena untuk mempertahankan hak beragama dan tempat beribadah. Secara hukum, masjid Al Misbah yang menjadi rumah ibadah Ahmadiyah di Bekasi mempunyai izin mendirikan bangunan. "Tempat itu hanya kami gunakan untuk beribadah, bukan untuk yang lain," tuturnya. 



Dalam pertemuan yang digagas Pemkot Bekasi, kuasa hukum jemaah Ahmadiyah dari LBH Jakarta, Yunita, berharap Pemkot Bekasi tidak lagi membahas ajaran yang dianut Ahmadiyah.



"Yang kami harapkan adalah pembahasan hukum atas keputusan Pemkot Bekasi menyegel secara permanen masjid Al-Misbah," katanya.



Yunita berharap, pertemuan itu bisa dilakukan secara berkelanjutan. "Diharapkan ada pertemuan-pertemuan dengan pihak eksekutif yang terkait untuk membahas secara hukum masalah Ahmadiyah di Bekasi. Ini hanya mediasi awal," katanya.



Sebanyak 20 jemaah Ahmadiyah masih bertahan di dalam masjid, setelah disegel Pemkot Bekasi 4 April 2013. Para jemaah dalam kondisi sehat. "Mereka mendapatkan suplai logistik yang cukup," kata Kapolsek Pondok Gede, Kompol Dedy Tabrani. (ren)

http://metro.news.viva.co.id/news/read/404503-wakil-walikota-bekasi--umat-ahmadiyah-tolak-dibina-sesuai-ajaran-islam


ULASAN KAMI.

QS:al kafirun1-6

“Katakanlah: “Hai orang-orang kafir,aku tidak akan menyembah apa yang kamu sembah.dan kamu bukan penyembah Tuhan yang aku sembah.dan aku tidak pernah menjadi penyembah apa yang kamu sembah, dan kamu tidak pernah (pula) menjadi penyembah Tuhan yang aku sembah. untukmu agamamu, dan untukkulah, agamaku.”

Q:S Yunus:40-41
“di antara mereka ada orang-orang yang beriman kepada Al Quran, dan di antaranya ada (pula) orang-orang yang tidak beriman kepadanya. Tuhanmu lebih mengetahui tentang orang-orang yang berbuat kerusakan.jika mereka mendustakan kamu, Maka Katakanlah: “Bagiku pekerjaanku dan bagimu pekerjaanmu. kamu berlepas diri terhadap apa yang aku kerjakan dan akupun berlepas diri terhadap apa yang kamu kerjakan”.

Q:S al-Kahfi ayat 29
“dan Katakanlah: “Kebenaran itu datangnya dari Tuhanmu; Maka Barangsiapa yang ingin (beriman) hendaklah ia beriman, dan Barangsiapa yang ingin (kafir) Biarlah ia kafir”. Sesungguhnya Kami telah sediakan bagi orang orang zalim itu neraka, yang gejolaknya mengepung mereka. dan jika mereka meminta minum, niscaya mereka akan diberi minum dengan air seperti besi yang mendidih yang menghanguskan muka. Itulah minuman yang paling buruk dan tempat istirahat yang paling jelek”.

Q:S al-Hujurat 10-13
“10.orang-orang beriman itu Sesungguhnya bersaudara. sebab itu damaikanlah (perbaikilah hubungan) antara kedua saudaramu itu dan takutlah terhadap Allah, supaya kamu mendapat rahmat.11. Hai orang-orang yang beriman, janganlah sekumpulan orang laki-laki merendahkan kumpulan yang lain, boleh Jadi yang ditertawakan itu lebih baik dari mereka. dan jangan pula sekumpulan perempuan merendahkan kumpulan lainnya, boleh Jadi yang direndahkan itu lebih baik. dan janganlah suka mencela dirimu sendiri dan jangan memanggil dengan gelaran yang mengandung ejekan. seburuk-buruk panggilan adalah (panggilan) yang buruk sesudah imandan Barangsiapa yang tidak bertobat, Maka mereka Itulah orang-orang yang zalim.12. Hai orang-orang yang beriman, jauhilah kebanyakan purba-sangka (kecurigaan), karena sebagian dari purba-sangka itu dosa. dan janganlah mencari-cari keburukan orang dan janganlah menggunjingkan satu sama lain. Adakah seorang diantara kamu yang suka memakan daging saudaranya yang sudah mati? Maka tentulah kamu merasa jijik kepadanya. dan bertakwalah kepada Allah. Sesungguhnya Allah Maha Penerima taubat lagi Maha Penyayang.13. Hai manusia, Sesungguhnya Kami menciptakan kamu dari seorang laki-laki dan seorang perempuan dan menjadikan kamu berbangsa – bangsa dan bersuku-suku supaya kamu saling kenal-mengenal. Sesungguhnya orang yang paling mulia diantara kamu disisi Allah ialah orang yang paling taqwa diantara kamu. Sesungguhnya Allah Maha mengetahui lagi Maha Mengenal”.

Bersikaplah dewasa tuan-tuan bukan hanya mengadu argumen belaka, gunakanlah hati nurani anda. Apa gunanya kalian berdepat tentang hal yang merupakan bagian kekuasaan Tuahn yang maha mengetahui segala yang benar. Patutkah kalian beregois mengenai siapa yang benar bukankah Islam mengajarkan tentang kebaikan dan perdamaian. Cobalah merasa tuan merasa dengan nurani anda sendiri, bukankah kita di cipyakan berbeda hanya untuk saling mengerti dan melengkapi.

Indonesia Hancurkan Indonesia, mari selamatkan!




“..Sesungguhnya Allah tidak merobah keadaan sesuatu kaum sehingga mereka merobah keadaan [768] yang ada pada diri mereka sendiri. Dan apabila Allah menghendaki keburukan terhadap sesuatu kaum, maka tak ada yang dapat menolaknya; dan sekali-kali tak ada pelindung bagi mereka selain Dia.(Q.S Ar-Ra’d: 11)

Bismillahirrahmanirrahim...
            Sebagai bagian dari bangsa Indonesia yang menyebut dirinya sebagai bangsa yang besar, bangsa yang kaya, bangsa yang kuat sadarkah kalian telah membiarkan penghancuran secara berlahan di bangsa ini. Mungkin sebagian orang telah larut dalam lupa atau “acuh tak acuh” terhadap sesama sikap itu merupakan “rayap” yang telak menggrogoti sendi-sendi norma dan nilai kebangsaan kita. Telah lupakah kita akan kebesaran masalalu Indonesia, bukan karena tekhnologi, bukan karena kekuatan militer indonesia masa prasejarah memiliki kejayaan yang begitu tersohor. Majapahit, Sriwijaya, merupakan bukti kecil kejayaan Indonesia tersebut. Kejayaan yang penulis maksut adalah kejayaan kesatuan dan persatuan antar individu, kejayaan akan norma, nilai dan budaya yang memiliki falsafat hidup yang luhur.
            Bangsa besar dengan jutaan penduduk, jutaan ribu kilometer luasnya, dan sumberdaya alam yang melimpah. Sebagian orang yang telah berfikir telah kecewa terhadap generasi ini, para pahlawan pejuang kemerdekaan Indonesia telah sakit hati terhadap generasi ini, nenek moyang yang mengajarkan budaya norma dan nilai yang luhur telah menangis mendengar kabar generasi ini telah berhiyanat. Apakah pembiaaran ini akan terus di lanjutkan, dengan sistem hukum, peraturan, yang tak jelas bagi keadilan. Disini kita tidak hanya berbicara keadilan semata, kami membicarakan norma hidup yang telah pudar.
            Gejala yang terjadi di masyarakat mungkin telah dianggap biasa karenaseringnya terjadi dan dibiyarkan menimbulkan asumsi yang wajar di pikiran mereka. Seorang pencopet di bis kota melakukan aksinya dan salahsatu penumpang bis mengetahui kejadian itu tetapi dia diam saja karena nerpikir bukan dia yang kecopetan lalu apa masalahnya bagi dirinya, berfikir tentang mencari amanya sendiri juka dia teriak copet dia takut akan timbal balikn yang akan mengancam dirinya. Tentunya kejadian tersebut adalah pemikiran yang salah karena sikap ego individual yang besar di dalam dirinya. Ada seorang ibu hamil naik bis kota, dan kehabisan tempat duduk di dalam bis itu adakah orang lain yang peduli terhadap dia, mungkina ada hanya 1, 2 orang yang peduli dan berdiri memberikan tempat duduknya. Kejadian ini mungkin biasa menurut anda, inilah pembiaran kenapa hanya 1,2 orang yang peduli padahal di dalam bis itu ada belasan orang.
            Tanggung jawab kebarsamaan telah pudar, musnah terkikis gemerlap liberalisme dengan kedok demokrasi. Pemerintah telah melakukukan subsidi BBM, Bensin, Solar. SPBU telah banyak dibangun oleh pemerintah di pusat-pusat kota. Berpikirkah mereka tentang nelayan di pesisir jauh dari kota yang lebih membutuhkan bahan bakar itu untuk bahan bakar mereka melaut. Berpikirkah mereka tentang petani yang membutuhkan solar untuk traktor membajak sawah di desa-desa. Pernahkan melihat SPBU dibangun di pesisir plosok desa para nelayan, Pernahkan melihat SPBU dibangun di desa-desa di kaki gunung. Telah banyak bahan bakar itu di konsumsi para massyarakat yang lebih mampu di kota-kota besar bagaimana tidak “jebol” APBN negara memberi makan orang-orang kaya yang tak punya urat malu. Dan massyarakat marjinal belum nenikmati bantuan subsidi itu dengan sepenuh hak mereka, wacana kenaikan BBM terus di komandangkan tiap tahunnya. Mereka para pejabat telah berfikirkah dampak para masyarakat marjinal tersebut.
            Pajak adalah sumber utama pemasukan devisa negara, pajak dibayarkan oleh warga negara untuk memajukan negaranya. PBB ( Pajak Bumi dan Bangunan) begitu krusial, dengan kasus yang jarang di sorot oleh masyarakat luas. Dengan perkembangan jaman akses jalan raya di desa-desa menimbulkan gejala naiknya nilai jual (Valuta) pada tandah di pinggir jalan tersebut yang merupakan sawah pertanian. Naiknya nilai jual tanah menimbulkan efek domino terhadap nilai pajak pada tanah tersebut, banyak kasus penjualan tanah persawahan akibat tingginya nilai pajak dan iming-iming para pengusaha yang mengincar tanah pertanian di pinggir jalan itu sebagai aset bisnis yang akan di jadikan perumahan atau ruko-ruko potensial. Pada sisilain pemerintah telah mencanangkan suasembada beras, apakah ini untuk mensejahterakan apa penghancuran negara yang tak di pikirkan.
            Aparat negara sebagai pelindung bangsa dan masyarakatnya. Bengsa indonesia yang memiliki nilai-nilai luhur yaitu perdamaian merupakan sikap yang indah. Telah di aplikasikan oleh aparat penegak hukum seperi telah tertangkap pengendara sepeda motor tanpa menggunakan helem seharusnya di peringatkan dan melaksanakan hukum secara sistemnya tetapi karena budi baik bangsa indonesia suka perdamaian oknum penegak hukum itu pun menawarkan uang damai untuk kelancaran bersama. Salah kaprah telah di biarkan berlarut-larut dan dianggap biasa. Militer sebagai pelindung keamanan pertahanan bangsa begitu gagah telah menyerang polsek, komando kusus merupakan komando elit kebanggan telah sukses melakukan misi pembunuhan di lembaka pemasyarakatan di landasi oleh solidaritas. Solidaritas dan dendam telah meleset pada arti yang sesungguhnya.
            Telah lelah bangsa ini dengan kasus yang terlalu berat kita bahas kasus yang ringan. Televisi memiliki berbagai tontonan yang menarik, Sinetron para polotisi bertengkar dan saling berteriak, mahasiswa berteriak di jalan di tangkap. Kasus ini juga mungkin terlalu berat, sinetron banyak contoh buruk di dalamnya seperti menggunakan telpon genggam saat mengemudi, dibiarkan padahal telah banyak ratusan kasus kecelakaan akibat penggunaan telepon genggam. Mengendarai sepeda motor tanpa helem lebih parah padahal kepolisian sangat gencar dengan hal ini tetapi gejala ini di biarkan. Pemeran jahat pada sinetron selalu menang dan orang jujur dan baik selalu sengsara dan tekanan batin. Gejala besar pun tak dipikirkan apa gejala sekecil ini masih perlu di perhatikan.
            Parahnya bangsa ini melakukan pembiaran karena bodohnya mereka apa karena ketakutan dengan gejala itu sendiri padahal telah dilahirkan para sarjanah, akademisi tetapi hanya melahirkan pola pemikiran terjajah. Apa ini salah para pendahulu kita 300 tahun telah di jajah masih di turunkan pola pemikiran itu. Begitu tragis, janganlah saling menyalahkan marikita berkaca apa yang salah pada diri kita masing-masing. Ingatlah kita ini makhluk sosial, memiliki gelar Khalifah, pengelola alam, penjaga keseimbangan, pemimpin, dan kita ini satu dari sumber yang satu maka kata perdamaian yang sesungguhnya bukanlah mustahi bagi kita. Mari generasiku bangun bangsaku, demi anak cucuku, dengan persatuan dan kesatuan. Bineka tunggal ika bukan sekedar falsafat ini adalah jiwa bangsa kita.

Alhamdullilahhirobil alamin..

oleh: - @krishnatn

Rabu, 10 April 2013

Sang Buddha (Buddha Shakyamuni) adalah Nabi Zulkifli as


1. Menurut Abu’l Kalam Azad (seorang Urdu scholar), Sang Buddha (Buddha Shakyamuni) yang dikenal sebagai guru suci bagi umat Buddha tidak lain adalah Nabi Zulkifli as, yg dalam Al-Quran disebut sebagai Nabi yg mempunyai tingkat kesabaran yang tinggi, dan sangat baik. Dalam bahasa Arab Zulkifli sendiri berarti “orang yg berasal dari Kifl”.Sedangkan Kifl itu sendiri, masih menurut Kalam Azad, merupakan nama Arab untuk Kapila (singkatan dari Kapilavastu).

2. Buddha Maitreya yang dikenal dalam agama Buddha sebagai “Buddha yang akan datang” menurut beberapa analisa tidak lain adalah Nabi Muhammad saw. Dalam kitab Chakkavatti Sinhnad Suttanta D. III, 76 bisa ditemui: “There will arise in the world a Buddha named Maitreya (the benevolent one) a holy one, a supreme one, an enlightened one, endowed with wisdom in conduct, auspicious, knowing the universe“.

SIAPAKAH NABI ZULKIFLI?
Zulkifli bermaksud sanggup menjalankan amanah raja. Menurut cerita, raja di negeri itu sudah lanjut usia dan ingin mengundurkan diri daripada menjadi pemerintah, tetapi beliau tidak mempunyai anak.

Justeru, raja itu berkata di khalayak ramai:”Wahai rakyatku! Siapakah antara kamu yang sanggup berpuasa pada waktu siang dan beribadah pada waktu malam. Selain itu, sentiasa bersabar ketika menghadapi urusan, maka akan aku serahkan kerajaan ini kepadanya.”

Tiada seorang pun menyahut tawaran raja itu. Sekali lagi raja berkata:”Siapakah antara kamu yang sanggup berpuasa pada waktu siang dan beribadah pada malamnya serta sanggup bersabar?”

Sejurus itu, Basyar dengan suara yang lantang menyatakan kesanggupannya. Dengan keberanian dan kesanggupan Basyar melaksanakan amanah itu beliau diberi gelaran Zulkifli.

Baginda juga adalah nabi yang cukup sabar seperti firman Allah, bermaksud:
“Ismail, Idris dan Zulkifli adalah orang yang sabar dan Kami beri rahmat kepada semua karena mereka orang yang suka bersabar.”

SIAPAKAH SIDDHARTHA GAUTAMA?
Pada akhir abad ketujuh S.M. (tahun 623 S.M.), lahirlah seorang yang bernama Siddhartha Gautama di bandar Kapilavastu/Kapilavathu (Kapil, lidah Arab menyebut Kafil @ Kafli). Siddhartha Gautama merupakan putera kepada Raja Suddhodana dan Permaisuri Maha Maya. Raja Suddhodana dari keturunan suku kaum Sakyas, dari keluarga kesastrian dan memerintah Sakyas berdekatan negeri Nepal. Manakala Permaisuri Maha Maya pula adalah puteri kepada Raja Anjana yang memerintah kaum Koliya di bandar Devadaha.

Sebelum kelahiran Buddha: Permaisuri bermimpi dibawa oleh 4 orang dewa ke sebuah gunung yang tinggi. Kemudian, permaisuri melihat seekor gajah putih yang cantik. Pada belalai gajah itu terdapat sekuntum bunga teratai. Gajah mengelilinginya 3 kali sebelum masuk ke dalam perut permaisuri.

MAKSUD ISTILAH BUDDHA
Dalam agama Buddha, perkataan Buddha bermaksud ‘seorang yang bijaksana’ atau ‘dia yang mendapat petunjuk’. Kadang kala istilah ini digunakan dengan maksud ‘nabi’. Gautama Buddha pernah menceritakan kedatangan seorang Antim Buddha. Perkataan Antim bermaksud ‘yang terakhir’ dan Antim Buddha bermaksud ‘nabi yang terakhir’ (Antim terakhir yang dimaksudkan ialah Muhammad SAW sebagai Nabi dan Rasul terakhir). Pada saat kematian Gautama Buddha, beliau memberitahu perkara ini kepada pengikut setianya bernama Ananda.

Makna “Nabi” dalam bahasa Arab (berasal dari kata naba yang berarti “dari tempat yang tinggi”; karena itu orang ‘yang di tempat tinggi’ dapat melihat tempat yang jauh). Nabi dalam bahasa Arab sinonim dengan kata Buddha sebagaimana yang difahami oleh para penganut Buddha. Sinonimnya pengertian ini dapat diringkaskan sebagai “Seorang yang diberi petunjuk oleh Tuhan sehingga mendapat kebijaksanaan yang tinggi menggunung”.

RINGKASAN KISAH SIDDARTHA GAUTAMA
Kelahiran Bodhisatta (Bodhisattva, bakal Buddha atau bakal mencapai Pencerahan) pada tanggal 623 S.M. pada bulan purnama Vesak. Selepas sahaja Bodhisatta dilahirkan, Permaisuri Maha Maya mangkat selepas tujuh hari melahirkan anak.

Pada hari kelahiran Bodhisatta telah disadari secara ghaib oleh seorang tua yang sedang bertapa di kaki gunung Himalaya yang digelar Asita Bijaksana (nama asalnya Kala Devala). Asita bergegas ke istana pada keesokannya untuk melihat dan menilik putera Raja Suddhodana.

Asita mendapati terdapat 32 tanda utama dan 80 tanda kecil menunjukkan Bodhisatta bakal menjadi Manusia Agung dan Guru Agung kepada manusia dan dewa-dewa (i.e. Jin dan Malaikat, kelemahan umat Hindu dan Buddha ialah tidak dapat bedakan antara Jin dan Malaikat yang keduanya dipanggil DEWA-DEWA).

Asita menangis karena sedih tidak sempat mendengar ucapan dan pengajaran Buddha di masa akan datang, beliau kemudian berlutut tunduk hormat kepada bayi Bodhisatta.

Kenyataan terakhir Asita ialah Bodhisatta hanya akan menjadi salah satu dari dua yaitu sekiranya ia kekal membesar dalam istana dia akan menjadi Maharaja Agung manakala kalau dia berjaya lari dari istana maka dia akan menjadi Mahaguru Agung.

Upacara menamakan putera raja diadakan pada hari kelima selepas Boddhisatta dilahirkan. Pada akhir majlis itu, 108 orang bijaksana memutuskan nama yang sesuai untuk putera raja iaitu SIDDHARTHA GAUTAMA yang membawa maksud ‘Cita-Cita Terkabul’.

Siddhartha kemudian membesar di istana dan belajar kepada seorang guru istana bernama Sirva Mitra. Beliau menjadi pelajar yang luar biasa pintar dan mahir dengan ilmu ketenteraan. Yang menjadi keheranan kepada orang disekeliling dan gurunya ialah sifat Siddharta yang sensitif terhadap penganiayaan hingga tidak ada seorang pun yang beliau lihat menganiaya binatang kecuali mencegahnya serta merta.

Malah beliau sangat bersedih melihat para petani berkerja keras membajak tanah dibawah terik matahari menyebabkannya lari ketempat lain ke sebuah pohon (Tiin-Bodhi) dan duduk di sana secara bertafakur (samadhi) untuk membuang stress.

PERSAMAAN NABI ZULKIFLI DENGAN SIDDARTHA GAUTAMA
Maka berbalik kepada maudhu’ perbahasan, benarkah Buddha itu disebut dalam Al-Qur’an? Sebenarnya tidak ada kata-kata “Buddha” dalam Al-Qur’an, namun menurut Dr. Alexander Berzin bahawa terdapat catatan para sejarawan dan peneliti yang mengaitkan beberapa ayat Al-Qur’an dengan Sang Buddha, yaitu pada maksud ayat;

“Demi (buah) Tin (fig) dan (buah) Zaitun, dan demi bukit Sinai, dan demi kota (Mekah) ini yang aman, sesungguhnya Kami telah menciptakan manusia dalam bentuk yang sebaik-baiknya. Kemudian Kami kembalikan dia ke tempat yang serendah-rendahnya (neraka), kecuali orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal saleh; maka bagi mereka pahala yang tiada putus-putusnya. Maka apakah yang menyebabkan kamu mendustakan (hari) pembalasan sesudah (adanya keterangan-keterangan) itu? Bukankah Allah Hakim yang seadil-adilnya?”(At-Tin 95 : 1)

Beliau menjelaskan bahwa buah Zaitun melambangkan Jerusalem, Isa a.s. (Jesus, Kristian). Bukit Sinai melambangkan Musa a.s. dan Yahudi. Kota Mekah pula menunjukkan Islam dan Muhammad SAW. Manakala pohon Tin (fig) pula melambangkan apa?

Tin (fig) = Pohon Bodhi

Pohon Bodhi adalah tempat Buddha mencapai Pencerahan Sempurna. Al-Qasimi di dalam tafsirnya berpendapat bahawa sumpah Allah SWT dengan buah tin yang dimaksud ialah pohon Bodhi. Prof. Hamidullah juga berpendapat sama dengan al-Qasimi bahawa perumpamaan pohon (buah) tin (fig) di dalam Al-Qur’an ini menunjukkan Buddha itu sendiri, maka dari sinilah mengapa sebahagian ilmuan Islam meyakini bahawa Buddha telah diakui sebagai nabi di dalam agama Islam.

Manakala Hamid Abdul Qadir, seorang sejarawan abad ke-20 mengatakan dalam bukunya Buddha Yang Agung: Riwayat dan Ajarannya (Arab: Budha al-Akbar Hayatuh wa Falsaftuh), menjelaskan bahawa Buddha adalah nabi Dhul-Kifl, yang bererti “ia yang berasal dari Kifl”. Nabi Dhul-Kifl @ Zulkifli disebutkan 2 kali dalam Al-Qur’an:

“Dan (ingatlah kisah) Ismail, Idris dan Dzulkifli (Dhul Kifl). Semua mereka termasuk orang-orang yang sabar.” (Al-Anbiya’ 21: 85).

“Dan ingatlah akan Ismail, Ilyasa, dan Dzulkifli (Dhul Kifl). Semuanya termasuk orang-orang yang paling baik.” (Shad 38 : 48).

KESIMPULAN
“Kifl” adalah terjemahan Arab dari Kapilavastu (Kapil), tempat kelahiran Bodhisattva (Buddha). Hal ini juga yang mungkin menyebabkan Mawlana Abul Azad seorang ahli teologi Muslim abad ke-20 turut menekankan bahawa Dhul-Kifl dalam Al-Qur’an boleh jadi adalah Buddha.

Dalam sejarah Islam, Nabi Zulkifli a.s. adalah antara nabi yang mempunyai cerita yang paling sedikit dibicarakan. Hal ini mungkin menjadi faktor kepada sebahagian ulama’ menyamakan watak Dzul-Kifli dalam Al-Qur’an dengan Buddha yang secara kebetulan banyak persamaan sekiranya disuaikan.

Yang menarik perhatian saya ialah mengenai surah at-tin (the fig). Allah berfirman mengenai pokok/buah tin, pokok/buah zaitun, bukit sinai dan kota mekah. Mekah dikaitkan dgn Nabi Muhammad s.a.w., Bukit Sinai dengan Nabi Musa, zaitun dengan Nabi Isa a.s., dan siapa pula dikaitkan dengan buah atau pokok tin?

Dikatakan dalam sejarah bahawa Gautama Buddha duduk bawah pokok tin. Kalau ikut istilah islam, dia dapat wahyu masa duduk bawah pokok tersebut. Ikut tulisan orang Buddhist, dia dapat ilham masa duduk bawah pokok tersebut.

Bila Allah berfirman :“Wattiini wazaitun. watuurisinina wahazal baladil amin.”
Allah menyebut perihal Nabi-Nabi-Nya. Tiin (Nabi Zulkifli-Buddha), Zaitun (Nabi Isa a.s), Siniina- bukit Sinai (Nabi Musa) dan Baladil amin -Tanah yang aman dan selamat (Mekah)- Nabi Muhammad saw. ia ikut urutan, hebatnya Qur’an sebagai kalimat Tuhan susunan sejarah riwayat Nabi-Nya. Mari kita sama-sama fikirkan. HANYA ALLAH YANG MAHA MENGETAHUI.


http://abyavicenna.blogspot.com

AGAMA BUDDHA


Agama Buddha adalah sebuah agama dan filsafat yang berasal dari anak benua India dan meliputi beragam tradisi kepercayaan, dan praktik yang sebagian besar berdasarkan pada ajaran yang dikaitkan dengan Siddhartha Gautama, yang secara umum dikenal sebagai Sang Buddha (berarti “yang telah sadar” dalam bahasa Sanskerta dan Pali). Sang Buddha hidup dan mengajar di bagian timur anak benua India dalam beberapa waktu antara abad ke-6 sampai ke-4 SEU (Sebelum Era Umum). Beliau dikenal oleh para umat Buddha sebagai seorang guru yang telah sadar atau tercerahkan yang membagikan wawasan-Nya untuk membantu makhluk hidup mengakhiri ketidaktahuan/kebodohan (avidyā), kehausan/napsu rendah (taṇhā), dan penderitaan (dukkha), dengan menyadari sebab musabab saling bergantungan dan sunyatam dan mencapai Nirvana (Pali: Nibbana).
Setiap aliran Buddha berpegang kepada Tripitaka sebagai rujukan utama karena dalamnya tercatat sabda dan ajaran sang hyang Buddha Gautama. Pengikut-pengikutnya kemudian mencatat dan mengklasifikasikan ajarannya dalam 3 buku yaitu Sutta Piṭaka (kotbah-kotbah Sang Buddha), Vinaya Piṭaka (peraturan atau tata tertib para bhikkhu) dan Abhidhamma Piṭaka (ajaran hukum metafisika dan psikologi).

Konsep Ketuhanan dalam Buddhisme


Perlu ditekankan bahwa Buddha bukan Tuhan. Konsep ketuhanan dalam agama Buddha berbeda dengan konsep dalam agama Samawi dimana alam semesta diciptakan oleh Tuhan dan tujuan akhir dari hidup manusia adalah kembali ke surga ciptaan Tuhan yang kekal.
Ketahuilah para bhikkhu bahwa ada sesuatu Yang Tidak Dilahirkan, Yang Tidak Menjelma, Yang Tidak Tercipta, Yang Mutlak. Duhai para Bhikkhu, apabila tidak ada Yang Tidak Dilahirkan, Yang Tidak Menjelma, Yang Tidak Diciptakan, Yang Mutlak, maka tidak akan mungkin kita dapat bebas dari kelahiran, penjelmaan, pembentukan, pemunculan dari sebab yang lalu. Tetapi para bhikkhu, karena ada Yang Tidak Dilahirkan, Yang Tidak Menjelma, Yang Tidak Tercipta, Yang Mutlak, maka ada kemungkinan untuk bebas dari kelahiran, penjelmaan, pembentukan, pemunculan dari sebab yang lalu.
Ungkapan di atas adalah pernyataan dari Buddha yang terdapat dalam Sutta Pitaka, Udana VIII : 3, yang merupakan konsep Ketuhanan Yang Mahaesa dalam agama Buddha. Ketuhanan Yang Mahaesa dalam bahasa Pali adalah Atthi Ajatang Abhutang Akatang Asamkhatang yang artinya "Suatu Yang Tidak Dilahirkan, Tidak Dijelmakan, Tidak Diciptakan dan Yang Mutlak". Dalam hal ini, Ketuhanan Yang Maha Esa adalah suatu yang tanpa aku (anatta), yang tidak dapat dipersonifikasikan dan yang tidak dapat digambarkan dalam bentuk apa pun. Tetapi dengan adanya Yang Mutlak, yang tidak berkondisi (asamkhata) maka manusia yang berkondisi (samkhata) dapat mencapai kebebasan dari lingkaran kehidupan (samsara) dengan cara bermeditasi.
Dengan membaca konsep Ketuhanan Yang Maha Esa ini, kita dapat melihat bahwa konsep Ketuhanan dalam agama Buddha adalah berlainan dengan konsep Ketuhanan yang diyakini oleh agama-agama lain. Perbedaan konsep tentang Ketuhanan ini perlu ditekankan di sini, sebab masih banyak umat Buddha yang mencampur-adukkan konsep Ketuhanan menurut agama Buddha dengan konsep Ketuhanan menurut agama-agama lain sehingga banyak umat Buddha yang menganggap bahwa konsep Ketuhanan dalam agama Buddha adalah sama dengan konsep Ketuhanan dalam agama-agama lain.
Bila kita mempelajari ajaran agama Buddha seperti yang terdapat dalam kitab suci Tripitaka, maka bukan hanya konsep Ketuhanan yang berbeda dengan konsep Ketuhanan dalam agama lain, tetapi banyak konsep lain yang tidak sama pula. Konsep-konsep agama Buddha yang berlainan dengan konsep-konsep dari agama lain antara lain adalah konsep-konsep tentang alam semesta,terbentuknya Bumi dan manusia, kehidupan manusia di alam semesta, kiamat dan Keselamatan atau Kebebasan.
Di dalam agama Buddha tujuan akhir hidup manusia adalah mencapai kebuddhaan (anuttara samyak sambodhi) atau pencerahan sejati dimana satu makhluk tidak perlu lagi mengalami prosestumimbal lahir. Untuk mencapai itu pertolongan dan bantuan pihak lain tidak ada pengaruhnya. Tidak ada dewa - dewi yang dapat membantu, hanya dengan usaha sendirilah kebuddhaan dapat dicapai. Buddha hanya merupakan contoh, juru pandu, dan guru bagi makhluk yang perlu melalui jalan mereka sendiri, mencapai pencerahan rohani, dan melihat kebenaran & realitas sebenar-benarnya.

Moral dalam Buddhisme



Sebagai mana agama KristenIslam, dan Hindu ajaran Buddha juga menjunjung tinggi nilai-nilai kemoralan. Nilai-nilai kemoralan yang diharuskan untuk umat awam umat Buddha biasanya dikenal dengan Pancasila. Kelima nilai-nilai kemoralan untuk umat awam adalah:

  • Panatipata Veramani Sikkhapadam Samadiyami
  • Adinnadana Veramani Sikkhapadam Samadiyami
  • Kamesu Micchacara Veramani Sikhapadam
  • Musavada Veramani Sikkhapadam Samadiyami
  • Surameraya Majjapamadatthana Veramani Sikkhapadam Samadiyami

Yang artinya:
  • Aku bertekad akan melatih diri menghindari pembunuhan makhluk hidup.
  • Aku bertekad akan melatih diri menghindari pencurian/mengambil barang yang tidak diberikan.
  • Aku bertekad akan melatih diri menghindari melakukan perbuatan asusila
  • Aku bertekad akan melatih diri menghidari melakukan perkataan dusta
  • Aku bertekad akan melatih diri menghindari makanan atau minuman yang dapat menyebabkan lemahnya kesadaran
Selain nilai-nilai moral di atas, agama Buddha juga amat menjunjung tinggi karma sebagai sesuatu yang berpegang pada prinsip sebab akibat. Kamma (bahasa Pali) atau Karma (bahasa Sanskerta) berarti perbuatan atau aksi. Jadi ada aksi atau karma baik dan ada pula aksi atau karma buruk. Saat ini, istilah karma sudah terasa umum digunakan, namun cenderung diartikan secara keliru sebagai hukuman turunan/hukuman berat dan lain sebagainya. Guru Buddha dalam Nibbedhika Sutta; Anguttara Nikaya 6.63 menjelaskan secara jelas arti dari kamma:
”Para bhikkhu, cetana (kehendak)lah yang kunyatakan sebagai kamma. Setelah berkehendak, orang melakukan suatu tindakan lewat tubuh, ucapan atau pikiran.”
Jadi, kamma berarti semua jenis kehendak (cetana), perbuatan yang baik maupun buruk/jahat, yang dilakukan oleh jasmani (kaya), perkataan (vaci) dan pikiran (mano), yang baik (kusala) maupun yang jahat (akusala).
Kamma atau sering disebut sebagai Hukum Kamma merupakan salah satu hukum alam yang berkerja berdasarkan prinsip sebab akibat. Selama suatu makhluk berkehendak, melakukan kamma (perbuatan) sebagai sebab maka akan menimbulkan akibat atau hasil. Akibat atau hasil yang ditimbulkan dari kamma disebut sebagai Kamma Vipaka

Aliran Buddha



Ada beberapa aliran dalam agama Buddha:

  1. Buddha Theravada
  2. Buddha MahayanaZen
  3. Buddha Vajrayana

Ajaran Buddhisme


Ajaran dasar Buddhisme dikenal sebagai Empat Kebenaran Mulia, yang meliputi:

  • Dukkha Ariya Sacca (Kebenaran Arya tentang Dukkha),

Dukha ialah penderitaan. Dukha menjelaskan bahwa ada lima pelekatan kepada dunia yang merupakan penderitaan. Kelima hal itu adalah kelahiran, umur tua, sakit, mati, disatukan dengan yang tidak dikasihi, dan tidak mencapai yang diinginkan.
  • Dukkha Samudaya Ariya Sacca (Kebenaran Ariya tentang Asal Mula Dukkha),
Samudaya ialah sebab. Setiap penderitaan pasti memiliki sebab, contohnya: yang menyebabkan orang dilahirkan kembali adalah adanya keinginan kepada hidup.
  • Dukkha Nirodha Ariya Sacca (Kebenaran Ariya tentang Terhentinya Dukkha),
Nirodha ialah pemadaman. Pemadaman kesengsaraan dapat dilakukan dengan menghapus keinginan secara sempurna sehingga tidak ada lagi tempat untuk keinginan tersebut.
  • Dukkha Nirodha Ariya Sacca (Kebenaran Ariya tentang Jalan yang Menuju Terhentinya Dukkha).
Marga ialah jalan kelepasan. Jalan kelepasan merupakan cara-cara yang harus ditempuh kalau kita ingin lepas dari kesengsaraan. Delapan jalan kebenaran akan dibahas lebih mendalam pada pokok pembahasan yang selanjutnya.
Inti ajaran Buddha menjelaskan bahwa hidup adalah untuk menderita. Jika di dunia ini tidak ada penderitaan, maka Buddha pun tidak akan menjelma di dunia. Semua hal yang terjadi pada manusia merupakan wujud dari penderitaan itu sendiri. Saat hidup, sakit, dipisahkan dari yang dikasihi dan lain-lain, merupakan wujud penderitaan seperti yang sudah dijelaskan diatas. Bahkan kesenangan yang dialami manusia, dianggap sebagai sumber penderitaan karena tidak ada kesenangan yang kekal di dunia ini. Kesenangan atau kegirangan bergantung kepada ikatannya dengan sumber kesenangannya itu, padahal sumber kesenangan tadi berada di luar diri manusia. Sumber itu tidak mungkin dipengang atau diraba oleh manusia, karena tidak ada sesuatu yang tetap berada. Semua penderitaan disebabkan karena kehausan. Untuk menerangkan hal ini diajarkanlah yang disebut pratitya samutpada, artinya pokok permulaan yang bergantungan. Setiap kejadian pasti memiliki keterkaitan dengan pokok permulaan yang sebelumnya. Ada 12 pokok permulaan yang menjadi fokus pratitya samutpada.

Jalan Utama Berunsur Delapan


Agar terlepas dari penderitaan mereka mereka harus melalui Jalan Utama Berunsur Delapan, yaitu:

  1. Percaya yang benar (Samma ditthi).
    Sraddha atau iman yang terdiri dari “percaya yang benar” ini memberikan pendahuluan yang terdiri dari: Percaya dan menyerahkan diri kepada Buddha sebagai guru yang berwenang mengajarkan kebenaran, percaya menyerahkan diri kepada dharma atau ajaran buddha, sebagai yang membawanya kepada kelepasan, dan percaya setelah menyerahkan diri kepada jemaat sebagai jalan yang dilaluinya. Sila yaitu usaha untuk mencapai moral yang tinggi.
  2. Maksud yang benar (Samma sankappa), merupakan hasil “percaya yang benar” yakin bahwa jalan petunjuka budha adalah jalan yang benar
  3. Kata-kata yang benar (Samma vaca), maksudnya orang harus menjauhkan diri dari kebohongan dan membicarakan kejahatan orang lain, mengucapkan kata-kata yang kasar, serta melakukan percakapan yang tidak senonoh.
  4. Perbuatan yang benar (Samma kammanta), maksudnya bahwa dalam segala perbuatan orang tak boleh mencari keuntungan sendiri.
  5. Hidup yang benar (Samma ajiva), maksudnya secara lahir dan batin orang harus murni atau bebas dari penipuan diri
  6. Usaha yang benar (Samma vayama), maksudnya seperti pengawasan hawa nafsu agar jangan sampai terjadi tabiat-tabiat yang jahat.
  7. Ingatan yang benar (Samma sati), maksudnya pengawasan akal, rencana atau emosi yang merusak kesehatan moral
  8. Semadi yang benar (Samma samadhi)

Semadi itu sendiri terbagi menjadi 2 bagian yaitu persiapan atau upcara semadi dan semadinya sendiri. Persiapan atau upacara semadi ini maksudnya kita harus merenungi kehidupan dalam agamannya seperti 7 jalan kebenaran yang dibahas tadi dengan empat bhawana,yaitu: metta (persahabatan yang universal), karuna (belas kasih yang universal), mudita (kesenangan dalam keuntungan dan akan segala sesuatu), dan upakkha (tidak tergerak oleh apa saja yang menguntungkan diri sendiri, teman, musuh dan sebagainya. Sesudah merenungkan hal-hal tersebut barulah masuk kedalam semadi yang sebenarnya dalam 4 tingkatan yaitu: mengerti lahir dan batinnya, mendapatkan damai batiniahnya, menghilangkan kegirangannya sehingga menjadi orang yang tenang, sampai akhirnya sukha dan dukha lenyap dari semuanya, dan rasa hatinya disudikan. Dengan demikianlah orang sampai pada kelepasan dari penderitaan.
Secara umum sama dengan aliran agama Buddha lainnya, Theravada mengajarkan mengenai pembebasan akan dukkha (penderitaan) yang ditempuh dengan menjalankan sila (kemoralan),samadhi (konsentrasi) dan panna (kebijaksanaan).
Agama Buddha Theravada hanya mengakui Buddha Gautama sebagai Buddha sejarah yang hidup pada masa sekarang. Meskipun demikian Theravada mengakui pernah ada dan akan muncul Buddha-Buddha lainnya.
Dalam Theravada terdapat 2 jalan yang dapat ditempuh untuk mencapai Pencerahan Sempurna yaitu Jalan Arahat (Arahatship) dan Jalan Kebuddhaan (Buddhahood).

Hari Raya


Terdapat empat hari raya besar dalam Agama Buddha. Namun satu-satunya yang dikenal luas masyarakat adalah Hari Raya Trisuci Waisak, sekaligus satu-satunya hari raya umat Buddha yang dijadikan hari libur nasional Indonesia setiap tahunnya.

Waisak
Penganut Buddha merayakan Hari Waisak yang merupakan peringatan 3 peristiwa. Yaitu, hari kelahiran Pangeran Siddharta (nama sebelum menjadi Buddha), hari pencapaian Penerangan Sempurna Pertapa Gautama, dan hari Sang Buddha wafat atau mencapai Nibbana/Nirwana. Hari Waisak juga dikenal dengan nama Visakah Puja atau Buddha Purnima di India, Vesak di Malaysia dan Singapura, Visakha Bucha di Thailand, dan Vesak di Sri Lanka. Nama ini diambil dari bahasa Pali "Wesakha", yang pada gilirannya juga terkait dengan "Waishakha" dari bahasa Sanskerta

Kathina
Hari raya Kathina merupakan upacara persembahan jubah kepada Sangha setelah menjalani Vassa. Jadi setelah masa Vassa berakhir, umat Buddha memasuki masa Kathina atau bulan Kathina. Dalam kesempatan tersebut, selain memberikan persembahan jubah Kathina, umat Buddha juga berdana kebutuhan pokok para Bhikkhu, perlengkapan vihara, dan berdana untuk perkembangan dan kemajuan agama Buddha.

Asadha
Kebaktian untuk memperingati Hari besar Asadha disebut Asadha Puja / Asalha Puja. Hari raya Asadha, diperingati 2 (dua) bulan setelah Hari Raya Waisak, guna memperingati peristiwa dimana Buddha membabarkan Dharma untuk pertama kalinya kepada 5 orang pertapa (Panca Vagiya) di Taman Rusa Isipatana, pada tahun 588 Sebelum Masehi. Kelima pertapa tersebut adalah Kondanna, Bhadiya, Vappa, Mahanama dan Asajji, dan sesudah mendengarkan khotbah Dharma, mereka mencapai arahat. Lima orang pertapa, bekas teman berjuang Buddha dalam bertapa menyiksa diri di hutan Uruvela merupakan orang-orang yang paling berbahagia, karena mereka mempunyai kesempatan mendengarkan Dhamma untuk pertama kalinya. Selanjutnya, bersama dengan Panca Vagghiya Bhikkhu tersebut, Buddha membentuk Arya Sangha Bhikkhu(Persaudaraan Para Bhikkhu Suci) yang pertama (tahun 588 Sebelum Masehi ). Dengan terbentuknya Sangha, maka Tiratana (Triratna) menjadi lengkap. Sebelumnya, baru ada Buddha dan Dhamma (yang ditemukan oleh Buddha).

Tiratana atau Triratna berarti Tiga Mustika, terdiri atas Buddha, Dhamma dan Sangha. Tiratana merupakan pelindung umat Buddha. Setiap umat Buddha berlindung kepada Tiratana dengan memanjatkan paritta Tisarana ( Trisarana ). Umat Buddha berlindung kepada Buddha berarti umat Buddha memilih Buddha sebagai guru dan teladannya. Umat Buddha berlindung kepada Dhamma berarti umat Buddha yakin bahwa Dhamma mengandung kebenaran yang bila dilaksanakan akan mencapai akhir dari dukkha. Umat Buddha berlindung kepada Sangha berarti umat Buddha yakin bahwa Sangha merupakan pewaris dan pengamal Dhamma yang patut dihormati.

Khotbah pertama yang disampaikan oleh Buddha pada hari suci Asadha ini dikenal dengan nama Dhamma Cakka Pavattana Sutta, yang berarti Khotbah Pemutaran Roda Dhamma. Dalam Khotbah tersebut, Buddha mengajarkan mengenai Empat Kebenaran Mulia( Cattari Ariya Saccani ) yang menjadi landasan pokok Buddha Dhamma.

Magha Puja
Hari Besar Magha Puja memperingati disabdakannya Ovadha Patimokha, Inti Agama Buddha dan Etika Pokok para Bhikkhu. Sabda Sang Buddha di hadapan 1.250 Arahat yang kesemuanya arahat tersebut ditasbihkan sendiri oleh Sang Buddha (Ehi Bhikkhu), yang kehadirannya itu tanpa diundang dan tanpa ada perjanjian satu dengan yang lain terlebih dahulu, Sabda Sang Buddha bertempat di Vihara Veluvana, Rajagaha. Tempat ibadah agama Buddha disebut Vihara.

Penyebaran di Asia dan Indonesia

Agama Buddha mulai berkembang di India, yaitu tempat dimana Buddha Gautama mengajarkan ajarannya. Setelah wafatnya Buddha Gautama, ajaran tersebut tidak lenyap begitu saja, melainkan disebarkan oleh para pemuka agama sehingga bertahan sampai sekarang di berbagai belahan dunia, khususnya di Asia.

Penyebaran di India dan Asia Tengah
Dimulai dari India, tempat dimana Buddha Gautama lahir dan wafat. 100 tahun setelah Buddha mencapai Nirwana, ajaran Buddha Gautama mulai memudar sehingga para biksu disana memutuskan untuk mulai melestarikannya agar tetap hidup. Hal pertama yang dilakukan adalah dengan membuat Dharma atau pengajaran. Di India jugalah tempat dimana mulai terbentuknya aliran Mahayana dan Theravada akibat perselisihan antara kelompok biarawan dan para kaum tua.Theravada umumnya mengajarkan bahwa tujuan tertinggi adalah menjadi arahat, sedangkan Mahayana mengajarkan bahwa tujuan yang paling berharga adalah dengan mencapai Kebuddhaan. Selain melalui kaum biarawan,agama Buddha juga disebarkan oleh raja-raja besar di India seperti Raja Ashoka. Ia mengajarkan kepada rakyatnya untuk tidak berpikiran jahat seperti serakah dan mudah marah. Ia menanamkan nilai-nilai moral, seperti menghargai kebenaran, cinta kasih dan amal. Ashoka juga mengirim misionaris Buddha keberbagai negara tetangga, termasuk ke Sri Lanka dimana mereka diterima baik sehingga Sri Lanka menjadi basis agama Buddha.

Penyebaran di Asia Timur
Selama abad 3 SM, Raja Asoka mengirimkan misionaris ke barat laut India yaitu Pakistan dan Afganistan. Misi ini mencapai sukses besar karena kawasan ini segera menjadi pusat pembelajaran agama Buddha yang memiliki banyak biksu terkemuka dan sarjana. Ketika para pedagang Asia Tengah datang ke wilayah ini untuk berdagang, mereka belajar tentang Buddhisme dan menerimanya sebagai agama mereka. Dengan dukungan dari pedagang, biara gua banyak didirikan di sepanjang rute perdagangan di seluruh Asia Tengah. Pada abad 2 SM, beberapa kota Asia Tengah seperti Khotan, telah menjadi pusat penting bagi Buddhisme. Melalui Jalan Sutera inilah, pertama kalinya orang Tiongkok (sekarang Cina) mengenal agama Buddha dari orang-orang di Asia Tengah yang sudah beragama Buddha. Bentuk awal penyebaran agama Buddha di Cina adalah dengan adanya penerjemah yang bertugas menerjemahkan teks penting mengenai ajaran Buddha dari bahasa India ke bahasa Cina kala itu. Selain itu, juga lahirnya berbagai karya seni dan pahat dimana patung-patung Buddha dibuat. Bentuk perkembangan lainnya adalah dengan dibangunnya sekolah ajaran Buddha di Tiongkok yang mencakup senipatungarsitektur dan filsafat waktu itu. Ada pula biarawan Tiongkok yang pergi ke Semenanjung Korea untuk memperkenalkan agama Buddha kepada kerajaan-kerajaan yang ada di Korea pada waktu itu. Sehingga pada abad ke-6 dan abad ke-7, agama Buddha telah berkembang di bawah kerajaan tersebut. Selain di Korea, Buddhisme juga berkembang di kepulauan Jepang.

Penyebaran di Asia Tenggara
Pada awal era masehi, orang-orang di berbagai belahan Asia Tenggara datang untuk mengetahui ajaran Buddha sebagai hasil dari meningkatnya hubungan dengan para pedagang India yang datang ke wilayah tersebut untuk berdagang. Pedagang ini tidak hanya berdagang di Asia Tenggara, tetapi juga membawa agama mereka dan budaya dengan mereka. Di bawah pengaruh mereka, orang-orang setempat mulai mengenal agama Buddha, tapi tetap mempertahankan keyakinan lama dan adat istiadat mereka. Sejak masuk di semenanjung Indocina (sekarang bagian Asia Tenggara), Buddhisme mulai masuk di BirmaSiam (sekarang Thailand), Vietnamsemenanjung Malaya (sekarang Malaysia Barat) dan kepulauan nusantara (sekarang Indonesia).

Penyebaran di Nusantara

Pada akhir abad ke-5, seorang biksu Buddha dari India mendarat di sebuah kerajaan di Pulau Jawa, tepatnya di Jawa Tengah sekarang. Pada akhir abad ke-7I Tsing, seorang peziarah Buddha dari Tiongkok, berkunjung ke Pulau Sumatera (kala itu disebut Swarnabhumi), yang kala itu merupakan bagian dari kerajaan Sriwijaya. Ia menemukan bahwa Buddhisme diterima secara luas oleh rakyat, dan ibukota Sriwijaya (sekarang Palembang), merupakan pusat penting untuk pembelajaran Buddhisme (kala itu Buddha Vajrayana). I Tsing belajar di Sriwijaya selama beberapa waktu sebelum melanjutkan perjalanannya ke India.
Pada pertengahan abad ke-8, Jawa Tengah berada di bawah kekuasaan raja-raja Dinasti Syailendra yang merupakan penganut Buddhisme. Mereka membangun berbagai monumen Buddha di Jawa, yang paling terkenal yaitu Candi Borobudur. Monumen ini selesai di bagian awal abad ke-9.
Di pertengahan abad ke-9, Sriwijaya berada di puncak kejayaan dalam kekayaan dan kekuasaan. Pada saat itu, kerajaan Sriwijaya telah menguasai Pulau Sumatera, Pulau Jawa dan Semenanjung Malaya.

Akhir zaman kerajaan Hindu-Buddha
Pada akhir abad ke-13 seiring berkembang pesatnya pengaruh Islam dari Timur Tengah, kerajaan-kerajaan Islam mulai berdiri di Sumatera, dan agama Islam segera menyebar ke Jawa dan Semenanjung Malaya lewat penaklukan dan penyebaran sistematis oleh sekelompok ulama yang dikenal dengan sebutan Wali Sanga. Akibatnya Buddhisme mengalami penurunan popularitas dan pada akhir abad ke-15 Islam adalah agama yang dominan di nusantara dan Semenanjung Malaya. Buddhisme diperkenalkan kembali ke nusantara hanya pada abad ke-19, dengan kedatangan pedagang dan orang-orang Tiongkok, Srilanka dan imigran Buddhis lainnya.


http://id.wikipedia.org
Krishna T. Nugraha. Diberdayakan oleh Blogger.